Pendahuluan
Fisika
klasik memberi pemisahan yang tegas dalam memaknai gelombang dan partikel.
Gelombang adalah sesuatu yang merambat dalam
ruang yang memiliki sifat
menyebar. Sedangkan partikel adalah
sesuatu yang menempati posisi tertentu dalam ruang. Gelombangdapat mengalami
difraksi dan interferensi sebagai manifestasi sifat lentur yang dimilikinya.
Sedangkan partikel tidak mungkin mengalami gejala difraksi dan interferensi.
Tabel 1 berikut menunjukkan fenomena dan sifat yang dapat teramati untuk
menentukan suatu objek itu termasuk gelombang atau partikel.
Tabel 1. Fenomena yang Menunjukkan
Karakteristik Gelombang dan Partikel
Fenomena/Sifat
|
Gelombang
|
Partikel
|
Refleksi/Pemantulan
|
√
|
√
|
Refraksi/Pembiasan
|
√
|
√
|
Difraksi
|
√
|
|
Interferensi
|
√
|
|
Polarisasi
|
√
|
|
Tumbukan
|
|
√
|
Terlokalisir dalam ruang
|
|
√
|
Menyebar ke seluruh ruang
|
√
|
|
Louis de Brouglie (1892-1987) berpendapat bahwa apabila
gelombang dapat berperilaku sebagai partikel (Einstein), maka sebaliknya
partikel dapat berperilaku sebagai gelombang. Dalam ranah partikel, momentum
terkait dengan massa dan kecepatan partikel. Sedangkan dalam ranah gelombang,
didapatkan hubungan antara momentum dengan panjang gelombang. Jika foton
merupakan partikel dari gelombang elektromagnetik dengan energi terkuanta
sebesar
dan memiliki
momentum sebesar
maka partikel
tentu dapat memiliki momentum yang dapat dikaitkan dengan panjang gelombang
yang mencirikan sifat gelombangnya. Hipotesis inilah yang diajukan oleh Louis
de Brouglie yang selanjutnya gelombang dari partikel disebut sebagai Gelombang de Brouglie.


Apabila sebuah foton dengan frekuensi
mempunyai momentum
yang dapat dinyatakan dengan panjang gelombang sebagai
, maka panjang gelombang foton dapat ditentukan dari
hubungan
. Berdasarkan persamaan tersebut, de Brouglie
mengusulkan agar rumus tersebut berlaku umum untuk partikel materi selain
foton. Momentum suatu partikel bermassa m dan kelajuan v adalah sebesar
akan memiliki
panjang gelombang de Brouglie sesuai hubungan
. Jadi makin besar momentum partikel, semakin pendek
panjang gelombangnya. Jika partikel yang ditinjau memiliki kecepatan tinggi,
maka m merupakan massa relativistik yang nilainya sebesar
.







Partikel yang dapat diamati sifat gelombangnya hanyalah
partikel yang memiliki panjang gelombang berorde sama dengan jarak antar atom
dalam suatu zat padat. Karena kecilnya nilai h, maka hanya partikel berukuran
atom atau inti atom yang perilaku gelombangnya dapat teramati. Oleh sebab itu,
untuk mengamati partikel yang berukuran kecil tersebut diperlukan alat bantu
berupa mikroskop.
A. Evolusi
Mikroskopi
Indra
penglihatan manusia memiliki keterbatasan untuk melihat materi yang memiliki ukuran
amat kecil. Besarnya rasa keingintahuan Hans Janssen dan Zacharias Janssen
terhadap benda-benda yang memiliki skala kecil itu memacu mereka merancang alat
pembesar yang kemudian dikenal dengan mikroskop. Mikroskop semakin berkembang setelah
pada 1609 Galileo Galilei, ilmuwan asal Italia, membuat alat pembesar yang
menggunakan lensa optik. Alat itu kemudian disebut sebagai Mikroskop Optik (Optical
Microscope).
Peneliti
teknologi material dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr. Ratno Nuryadi mengatakan mikroskop yang
dirakit lensa optik itu memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar suatu
objek. Hal itu disebabkan keterbatasan difraksi cahaya yang ditentukan panjang
gelombang cahaya. Panjang gelombang cahaya pada mikroskop optik hanya sampai
200 nanometer (2.10-7
m).
Mikroskop ini masih banyak digunakan para peneliti di Indonesia.
Keterbatasan
kemampuan mikroskop optik itu menginspirasi ilmuwan asal Jerman Ernst Ruska dan
Max Knoll menciptakan mikroskop electron (Electron Microscope)
yang memiliki panjang gelombang pendek pada 1932. Mikroskop elektron memunyai
kemampuan pembesaran objek (resolusi) yang lebih tinggi dibandingkan mikroskop
optik. Perbedaan mikroskop optik
dengan mikroskop elektron adalah pada
fungsi
pembesaran objeknya. Mikroskop optik menggunakan lensa dari jenis gelas,
sedangkan mikroskop elektron
menggunakan jenis magnet. Sifat medan magnet digunakan untuk mengendalikan elektron yang melaluinya. Karakter khusus
lain dari mikroskop optik adalah pengamatan objek harus dalam keadaan kedap
udara. Hal tersebut bertujuan agar sinar elektron terhambat oleh molekul-molekul di udara.
B. Mikroskop pada
Nanoteknologi
Berbicara
tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop, yaitu alat
pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. (Teknologi nano :
teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano
meter = sepermilyar meter). Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop
biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi
untuk melihat struktur berukuran nano meter. Perbandingan dan contoh material berukuran nano dan
biasa/normal dapat dilihat pada Gambar 1.
Kata mikroskop
(microscope) berasal dari bahasa
Yunani, yaitu kata micron=kecil dan scopos=tujuan, yang maksudnya adalah
alat yang digunakan untuk melihat obyek yang terlalu kecil untuk dilihat oleh
mata telanjang. Dalam sejarah, yang dikenal sebagai pembuat mikroskop pertama
kali adalah 2 ilmuwan Jerman, yaitu Hans Janssen dan Zacharias Janssen
(ayah-anak) pada tahun 1590. Temuan mikroskop saat itu mendorong
ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama.
Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609, dan mikroskop yang
dibuatnya dikenal dengan nama mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini
menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang
dirakit dari lensa optik
memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan
oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya.
Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200
nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati
ukuran di bawah 200 nanometer.

Gambar 1. Perbandingan antara material nano dengan material berukuran normal
Untuk melihat benda
berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang
pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir mikroskop elektron. Sebagaimana
namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang
gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai
kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop
optik.
Sebenarnya,
dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun
bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari
jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron
yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada
mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan
obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum).
Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila menumbuk
molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek
berkondisi vacuum,
tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.
Beberapa
peralatan yang digunakan dalam penginderaan mikroskopis suatu material diantaranya adalah :
1. Transmission Electron
Microscopy (TEM)
Sejarah Pengembangan:
TEM
dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari
Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa
doctor dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang
mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada
tahun 1986. Mikroskop yang pertama kali diciptakannya adalah dengan menggunakan
dua lensa medan magnet, namun tiga tahun
kemudian ia menyempurnakan karyanya tersebut dengan menambahkan lensa ketiga
dan mendemonstrasikan kinerjanya yang menghasilkan resolusi hingga 100 nanometer
(nm) (dua kali lebih baik dari mikroskop cahaya pada masa itu).

Gambar
2. Alat Transmission Electron Microscopy
(TEM)
Cara
Kerja:
Sebagaimana
namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan tipis
sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample
tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase
sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar
elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari
struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui
deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk
observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari
100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat
secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit
diproses oleh TEM ini.
Dalam
pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati
penampang/irisan divais, berikut sifat Kristal yang ada pada divais tersebut.
Dalam kondisi lain, TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari
sebuah divais. Salah satu partikel hasil pengamatan dengan TEM dapat dilihat
pada Gambar 3 berikut.


(a)
(b)
Gambar
3. (a) TEM Image of Al2O3 Manoparticles (1.5 µm x 1.5 µm
area), (b) TEM Image of Al2O3 Manoparticles (44 nm x 44
nm area)
Preparasi Sediaan
Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik,
diperlukan persiapan sediaan dengan tahap sebagai berikut :
1.
melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur
sel yang akan diamati. fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa
glutaraldehida atau osmium tetroksida.
2. pembuatan sayatan, yang bertujuan untuk
memotong sayatan hingga setipis mungkin agar mudah diamati di bawah mikroskop.
Preparat dilapisi dengan monomer resin melalui proses pemanasan, kemudian
dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya mata pisau mikrotom
terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari atom karbon yang padat. Oleh
karena itu, sayatan yang terbentuk lebih rapi. Sayatan yang telah terbentuk
diletakkan di atas cincin berpetak untuk diamati.
3.
pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat yang
akan diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan dapat
menggunakan logam berat seperti uranium dan timbal.
Mikroskop transmisi eletron
saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi
hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak
bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop
transmisi elektron ini. Adanya persyaratan bahwa "obyek pengamatan harus
setipis mungkin" ini kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan,
terutama yang memiliki obyek yang tidak dapat dengan serta merta dipertipis. Karena itu pengembangan metode baru mikroskop elektron terus
dilakukan.
2. Scanning Transmission Electron Microscopy
(STEM)
Scanning Transmission Electron
Microscopy (STEM) merupakan salah satu tipe yang merupakan hasil pengembangan dari
mikroskop transmisi elektron (TEM). Pada sistem STEM ini, elektron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM,
optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan men-scan obyek menggunakan pola penye-can dimana obyek tersebut di-scan dari satu sisi ke sisi
lainnya (raster) yang menghasilkan
lajur-lajur titik (dots)yang
membentuk gambar seperti yang dihasilkan oleh CRT pada televisi / monitor.
3. Scanning
Electron Microscopy (SEM)
Sejarah Pengembangan:
Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu Scanning Electron Microscope (SEM) ini.
Publikasi pertama kali yang mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh fisikawan
Jerman dR. Max Knoll pada 1935, meskipun
fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne
mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian
disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satu pun dari keduanya
mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu. Pada 1942 tiga orang ilmuwan
Amerika
yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin, Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, benar-benar membangun
sebuah mikroskop elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm
atau magnifikasi 8.000 kali. Sebagai perbandingan SEM modern sekarang ini
mempunyai resolusi hingga 1 nm atau pembesaran 400.000 kali. Mikroskop elektron
cara ini memfokuskan sinar elektron (electron
beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron
yang muncul dari permukaan obyek.
Cara
Kerja:
SEM
bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang
selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya
gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi. Intrument SEM
ditampakkan dalam gambar berikut.

Gambar
4. Alat Scanning Electron Microscopy (SEM)
Cara terbentuknya gambar pada SEM
berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat
berdasarkan deteksi elektron baru (elektron
sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan
sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron
pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya
ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah
gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat.
Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan
berkas elektron bernergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 5.


Gambar 5. Penembakan Permukaan Benda dengan Berkas Elektron
Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan
kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah.
Tetapi ada satu arah di mana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi.
Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan
lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut
memberi informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan ke mana
arah kemiringan.
Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang
ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerah pengamatan.
Lokasi pengamatan dapat dibatasi dengan melakukan zoon-in atau zoom-out.
Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil
permukan benda dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar dalam komputer.
SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang
de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin
kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop.
Panjang gelombang de Broglie elektron adalah ph/=λ, dengan h konstanta
Planck dan p adalah elektron. Momentum elektron dapat ditentukan dari
energi kinetik melalui hubungan K=p2/ 2m, dengan K energi kinetik elektron dan m ya.
Dalam SEM
momentum lalu dipercepat pada potensial tinggi V. Akibat percepatan
tersebut, akhirnya elekton memiliki energi kinetik K=eV. Dengan
demikian kita dapat menulis momenton sebagai um elektron p=
,
dan panjang gelombang de Brogile λ = h/
.
Umumnya tegangan yang digunakan adalah puluhan kilovolt. Sebagai ilutrasi,
misalkan SEM dioperasikan pada tegangan 20 kV maka panjang gelombang de Broglie
elektron sekitar 9 × 10-12 m.


Syarat agar SEM dapat
menghasilkan citra yang tajam adalah
permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan
elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Material yang
memiliki sifat demikian adalah logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM
maka profil permukaan akan tampak dengan jelas



Gambar 6. Penyiapan Sampel pada SEM
Sampel
untuk SEM perlu adanya pelapisan terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan untuk sampel yang memiliki
sifat bukan logam. Agar profil permukaan bukan
logam dapat
terlihat jelas dengan SEM maka permukaan
material tersebut harus dilapisi dengan logam seperti diilustrasikan pada Gambar 7. Film tipis logam
dibuat pada permukaan material tersebut sehingga dapat memantulkan berkas
elektron.

Gambar 7. Pelapisan
Pada Sampel SEM
Spesimen yang tidak
teriradiasi dan non
konduktif agar kontak
dengan ground, maka spesimen tersebut cukup dilekatkan
pada dudukan spesimen dengan salah satu
pasta (perak, emas, dan lainnya) yang
mudah kering dan
konduktif ataupun dengan
selotif konduktif. Untuk spesimen teriradiasi maka
proses penggunaan pasta
maupun selotif ini
sangat sulit dilakukan
dengan manipulator dan hasilnya
mungkin tidak sebaik
apabila dilakukan pelapisan
dengan bahan yang konduktif seperti emas. Dua metoda yang
biasa digunakan untuk pelapisan spesimen SEM yang non konduktif yaitu dengan
pelapisan evaporasi dan sputter. Kedua metoda ini hasil akhirnya sama, akan
tetapi melalui mekanisme
yang berbeda. Lapisan
tipis metalik (contoh
emas) dapat dipersiapkan menggunakan kedua
teknik ini. Logam
(bahan) yang biasa
digunakan sebagai pelapis
atau sebagai target (katoda) adalah emas, karbon, perak dan kolodium.
Teknik Pembuatan Preparat yang Digunakan Pada Mikroskop Elektron
Materi yang akan dijadikan objek pemantauan dengan menggunakan
mikroskop elektron ini harus diproses sedemikian rupa sehingga menghasilkan
suatu sampel yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai preparat pada
mikroskop elektron. Teknik yang digunakan dalam pembuatan preparat ada berbagai
macam tergantung pada spesimen dan penelitian yang dibutuhkan, antara
lain :
·
Kriofiksasi, yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan
teknik pembekuan spesimen dengan cepat yang menggunakan nitrogen
cair ataupun helium
cair, dimana air yang ada akan membentuk kristal-kristal
yang menyerupai kaca. Suatu bidang ilmu yang disebut mikroskopi cryo-elektron (cryo-electron
microscopy) telah dikembangkan berdasarkan tehnik ini. Dengan pengembangan
dari Mikroskopi cryo-elektron dari potongan menyerupai kaca (vitreous)
atau disebut cryo-electron microscopy of vitreous sections (CEMOVIS),
maka sekarang telah dimungkinkan untuk melakukan penelitian secara virtual
terhadap specimen biologi dalam keadaan aslinya.
·
Fiksasi
, yaitu suatu metode persiapan untuk
menyiapkan suatu sampel agar tampak realistik (seperti kenyataannya ) dengan
menggunakan glutaraldehid
dan osmium tetroksida.
·
Dehidrasi, yaitu suatu metode persiapan dengan cara
menggantikan air dengan bahan pelarut organik
seperti misalnya ethanol
atau aceton.
·
Penanaman (Embedding), yaitu suatu metode persiapan dengan cara
menginfiltrasi jaringan dengan resin
seperti misalnya araldit
atau epoksi
untuk pemisahan bagian.
·
Pembelahan (Sectioning), yaitu suatu metode persiapan untuk
mendapatkan potongan tipis dari spesimen sehingga menjadikannya semi transparan
terhadap elektron. Pemotongan ini bisa dilakukan dengan ultramicrotome
dengan menggunakan pisau berlian
untuk menghasilkan potongan yang tipis sekali. Pisau kaca juga biasa digunakan
oleh karena harganya lebih murah.
·
Pewarnaan (Staining), yaitu suatu metode persiapan dengan
menggunakan metal berat seperti timah,
uranium,
atau tungsten
untuk menguraikan elektron gambar sehingga menghasilkan kontras antara struktur
yang berlainan di mana khususnya materi biologikal banyak yang warnanya nyaris
transparan terhadap elektron (objek fase lemah).
·
Pembekuan
fraktur (Freeze-fracture), yaitu
suatu metode persiapan yang biasanya digunakan untuk menguji membran lipid.
Jaringan atau sel segar didinginkan dengan cepat (cryofixed) kemudian
dipatah-patahkan atau dengan menggunakan microtome sewaktu masih berada
dalam keadaan suhu nitrogen ( hingga mencapai -100% Celsius).
Patahan beku tersebut
lalu diuapi dengan uap platinum atau emas dengan sudut 45 derajat pada sebuah
alat evaporator tekanan tinggi.
·
Ion Beam Milling, yaitu suatu metode mempersiapkan sebuah
sampel hingga menjadi transparan terhadap elektron dengan menggunakan cara
pembakaran ion (biasanya digunakan argon)
pada permukaan dari suatu sudut hingga memercikkan material dari permukaannya.
Kategori yang lebih rendah dari metode Ion Beam Milling ini adalah
metode berikutnya adalah metode Focused ion beam milling, dimana galium
ion digunakan untuk menghasilkan selaput elektron transparan pada suatu bagian
spesifik pada sampel.
·
Pelapisan
konduktif (Conductive Coating) - yaitu suatu metode mempersiapkan
lapisan ultra
tipis dari suatu material electrically-conducting . Ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya akumulasi dari medan elektrik statis pada spesimen
sehubungan dengan elektron irradiasi sewaktu proses penggambaran sampel.
Beberapa bahan pelapis termasuk emas,
palladium
(emas putih), platinum,
tungsten,
graphite
dan lain-lain, secara khusus sangatlah penting bagi penelitian spesimen dengan
SEM.
Terdapat beberapa teknik lain pelapisan sampel agar dapat
dilihat melalui SEM, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Pelapis Dengan
Sputter dan Evaporator
Teknik pelapisan
sputter adalah
paling popular dalam
preparasi spesimen non
konduktif untuk pengamatan
dan analisis dengan SEM. Karena
didapatkan lapisan yang
lebih halus dan
merata bila dibandingkan dengan pelapisan
evaporasi. Kondisi vakum
proses pelapisan dengan sputter
relatif rendah (~10-2 mbar). Dengan kondisi vakum tersebut masih diperoleh gas residu yang dapat menghantarkan
atom-atom target bebas bergerak ke semua
arah yang mengakibatkan permukaan target
yang kasar juga
dapat terlapisi dengan
merata.

Gambar 8.
Peralatan dalam Sputtering
Kondisi vakum
proses pelapisan dengan evaporasi
termal relatif lebih vakum (~10-3 mbar). Fenomena pelapisannya merupakan garis
lurus sehingga permukaan spesimen yang kurang rata dan relatif kurang tahan terhadap temperatur tinggi.
Spesimen tidak dapat dilapis dengan
baik, karena lapisan akan tidak homogen
dan berubah bentuk karena panas.
Dengan perbandingan tersebut diatas maka sputter
coating dipilih digunakan untuk proses pelapisan spesimen non konduktif
agar konduktif.
Penggunaan
sputter coating
membutuhkan sistem vakum
(~10-2 mbar) serta
sistem suplai gas Argon. Penempatan kedua sistem ini di
dalam hotcell (112) cukup sulit
diterapkan karena dapat mengganggu
sistem ventilasi yang
sudah ada. Disarankan
untuk menempatkan sputter
coating tersebut di dalam Shielded
Glove Box (SGB)
bersama dengan SEM
yang akan dilengkapi
juga dengan manipulator. Ruang
pelapisan ditempatkan di
dalam SGB dan
kendali arus listrik,
vakum serta waktu berada di luar.
b. Pelapisan Dengan
Karbon
Pelapisan
bahan konduktif metalik seperti emas, perak dan lainnya dapat mengganggu hasil
analisis dengan EDS
(Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy), maka pelapisan
untuk analisis dengan EDS
menggunakan pelapisan dengan
karbon. Disarankan untuk
menggunakan dua ruang pelapisan, satu
untuk pelapisan dengan
karbon dan satu
lagi untuk pelapisan
dengan emas atau bahan konduktif lainnya.
c. Modifikasi
Sputter Coating
Bila digunakan
sputter coating
yang sejenis dengan yang
sudah ada (diluar
hotcell), maka perlu dilakukan
beberapa modifikasi agar
dapat dioperasikan di
dalam SGB dengan
manipulator, sebelum
dipasangkan ke pemegang
spesimen SEM (specimen holder).
Papan kontrol dan monitornya ditempatkan
diluar . Untuk itu
perlu dilakukan penambahan
panjang kabel-kabel kontrol dan
monitornya. Modifikasi pada
bagian tutup ruang
pelapisan perlu dilakukan agar mekanisme
buka-tutup dapat dilakukan
dengan manipulator. Pemasangan
untuk penggantian target untuk
karbon maupun bahan metalik, seperti emas, sedapat mungkin dapat dilakukan
dengan manipulator. Bila hal
ini sulit maka
perlu dipertimbangkan untuk
melakukannya secara manual dengan memperhatikan aspek keselamatan
karena kemungkinan sudah terkontaminasi. Ditinjau
dari jalannya berkas media , SEM dapat dianalogikan dengan mikroskop optik
metalurgi, sedangkan TEM analog dengan mikroskop optik biologi. SEM dan mikroskop
optik metalurgi menggunakan prinsip refleksi, dalam arti permukaan spesimen
memantulkan berkas media. TEM dan mikroskop optik biologi/kedokteran memakai
prinsip transmisi, artinya berkas media menembus spesimen yang tipis.
Teknik
SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau
tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya
sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar
topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi diperoleh
dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.
Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning
yang berarti bahwa berkas elektron “menyapu” permukaan spesimen, titik demi
titik dengan sapuan membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang
membaca.
Sinyal
elektron sekunder yang dihasilkannyapun adalah dari titik pada permukaan, yang
selanjutnya ditangkap oleh SE detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada
layar CRT (TV). Scanning coil yang
mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas elektron
pada tabung layar TV, sehingga didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar
TV. Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang intensitasnya tergantung
pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Dengan cara ini akan
diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia : warna terang menunjukkan
adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya.
Bagian-Bagian SEM:
SEM tersusun
dari beberapa bagian yang dapat dibuat suatu skema seperti berikut :


|
a. Penembak Elektron
(Elektron Gun)
Ada
dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu :
1. Termal
Pada emisi jenis ini,
energi luar yang masuk ke bahan ialah dalam bentuk energi panas. Oleh elektron
energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang
diterima oleh bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energy kinetik yang
terjadi pada elektron, dengan semakin besarnya kenaikan energi kinetik dari elektron
maka gerakan elektron menjadi semakin cepat dan semakin tidak menentu. Pada
situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya terlepas keluar melalui
permukaan bahan. Pada proses emisi thermionic dan juga pada proses emisi lainnya,
bahan yang digunakan sebagai asal ataupun sumber elektron disebut sebagai "emiter"
atau lebih sering disebut "katoda"
(cathode), sedangkan bahan yang menerima elektron disebut sebagai anoda.
Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda
lebih sering disebut sebagai "plate". Dalam proses emisi thermionic dikenal
dua macam jenis katoda yaitu:
a) Katoda
panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC)
b) Katoda
panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC)
pada katoda jenis ini katoda selain
sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus heater (pemanas).
Material yang digunakan untuk membuat
katoda diantaranya adalah :
·
Tungsten Filamen
Material ini adalah
material yang pertama kali digunakan orang untuk membuat katode. Tungsten
memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitu memiliki ketahanan
mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 derajat Celcius),
sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang
bekerja pada tegangan sekitar 5000V dan temperature tinggi. Akan tetapi untuk
aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana tegangan kerja
dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material yang ideal, hal
ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi( 4,52 eV) dan juga
temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 derajat celcius)
·
Field emission
Pada emisi jenis ini
yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialah adanya gaya tarik
medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yang digunakan pada
proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besar sehingga tarikan yang
terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkan elektron memiliki energi
yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda. Emisi medan listrik
adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tube selain emisi thermionic. Jenis katoda yang digunakan
diantaranya adalah :
v Cold
Field Emission
v Schottky
Field Emission Gun
Kedua jenis itu diperlihatkan dalam Gamba r9 berikut :

(a)
(b)
Gambar
10. Thermal Emission (a) dan Field
Emission (b)
b. Lensa Magnet

Gambar 11. Penampang Lensa Magnet
c. Secondary
Electron Detector
Dalam lensa SE detektor, terdapat bagian-bagian seperti yang ditunjukkan gambar
berikut.

Gambar 12. Bagian-Bagian Lensa SE Detektor
d. Backscattered
Electron Detector

Gambar 13. Backscattered Electron Detector
Perbedaan
kenampakan dari penggunaan elektron detektor tersebut dapat dilihat
dari
perbandingan gambar berikut :

Jenis-jenis detektor tersebut berfungsi sebagai penangkap
tiap jenis hamburan elektron. Gambaran detektor-detektor tersebut pada alat
yang sebenarnya adalah sebagai berikut.

Demikian,
SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda
berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk
scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya struktur)
resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui pemecahannya.
Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru
yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal,
yang dikenal dengan "scanning probe microscopy (SPM)". SPM mempunyai prinsip
kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe
mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning
tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field
optical microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi
nano. Di bawah ini disajikan hasil pengamatan SEM dengan berbagai batas dan
kemungkinan pembesarannya.

Gambar
14. Sampel tembaga

Gambar
15. Emas dalam
sampel karbon
Scanning
Electron Microscopy (SEM) menurut dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.
Conventional SEM
2.
Low Vacum SEM
3.
Environmental
Scanning Microscopy (ESEM)

Gambar
16. Skema ESEM

Gambar
17. ESEM : gambar
air garam diatomik
SEM berdasarkan penggunaannya dalam
analisis material, dapat dibedakan sebagai
berikut :
·
Energy
Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX dan EDS)

v Analisis
Kombinasi EDX dan WDS
v SEM
kolom
v Jenis
Tungsten Filamen, sangat
baik untuk Mikroanalisis

Contoh hasil analisis
menggunakan EDX
§ Wavelength
Dispersive X-Ray Spectroscopy (WDS)
§ Electron
Backscattered Diffraction (EBSD dan EBSP)
§ Cathodoluminesence
(CL)
§ Backscattered
Electron Detector (BSD), dll.

EDX dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur
material dalam skala mikro
Perbandingan Hasil Pengamatan SEM dengan Mikroskop Optik



(a)
(b)
Gambar (a)
merupakan hasil pengamatan mikroskop optik, dimana resolusi/daya pisah lebih
rendah dibandingkan hasil pengamatan SEM (b)