Sabtu, 16 Juni 2012

Scanning Electromagnetic (SEM)


Pendahuluan
            Fisika klasik memberi pemisahan yang tegas dalam memaknai gelombang dan partikel. Gelombang adalah sesuatu yang merambat dalam  ruang  yang memiliki sifat menyebar.  Sedangkan partikel adalah sesuatu yang menempati posisi tertentu dalam ruang. Gelombangdapat mengalami difraksi dan interferensi sebagai manifestasi sifat lentur yang dimilikinya. Sedangkan partikel tidak mungkin mengalami gejala difraksi dan interferensi. Tabel 1 berikut menunjukkan fenomena dan sifat yang dapat teramati untuk menentukan suatu objek itu termasuk gelombang atau partikel.
Tabel 1. Fenomena yang Menunjukkan Karakteristik Gelombang dan Partikel
Fenomena/Sifat
Gelombang
Partikel
Refleksi/Pemantulan
Refraksi/Pembiasan
Difraksi

Interferensi

Polarisasi

Tumbukan

Terlokalisir dalam ruang

Menyebar ke seluruh ruang


Louis de Brouglie (1892-1987) berpendapat bahwa apabila gelombang dapat berperilaku sebagai partikel (Einstein), maka sebaliknya partikel dapat berperilaku sebagai gelombang. Dalam ranah partikel, momentum terkait dengan massa dan kecepatan partikel. Sedangkan dalam ranah gelombang, didapatkan hubungan antara momentum dengan panjang gelombang. Jika foton merupakan partikel dari gelombang elektromagnetik dengan energi terkuanta sebesar  dan memiliki momentum sebesar  maka partikel tentu dapat memiliki momentum yang dapat dikaitkan dengan panjang gelombang yang mencirikan sifat gelombangnya. Hipotesis inilah yang diajukan oleh Louis de Brouglie yang selanjutnya gelombang dari partikel disebut sebagai Gelombang de Brouglie.
Apabila sebuah foton dengan frekuensi mempunyai momentum yang dapat dinyatakan dengan panjang gelombang sebagai , maka panjang gelombang foton dapat ditentukan dari hubungan . Berdasarkan persamaan tersebut, de Brouglie mengusulkan agar rumus tersebut berlaku umum untuk partikel materi selain foton. Momentum suatu partikel bermassa m dan kelajuan v adalah sebesar  akan memiliki panjang gelombang de Brouglie sesuai hubungan . Jadi makin besar momentum partikel, semakin pendek panjang gelombangnya. Jika partikel yang ditinjau memiliki kecepatan tinggi, maka m merupakan massa relativistik yang nilainya sebesar .
Partikel yang dapat diamati sifat gelombangnya hanyalah partikel yang memiliki panjang gelombang berorde sama dengan jarak antar atom dalam suatu zat padat. Karena kecilnya nilai h, maka hanya partikel berukuran atom atau inti atom yang perilaku gelombangnya dapat teramati. Oleh sebab itu, untuk mengamati partikel yang berukuran kecil tersebut diperlukan alat bantu berupa mikroskop.

A.    Evolusi Mikroskopi
Indra penglihatan manusia memiliki keterbatasan untuk melihat materi yang memiliki ukuran amat kecil. Besarnya rasa keingintahuan Hans Janssen dan Zacharias Janssen terhadap benda-benda yang memiliki skala kecil itu memacu mereka merancang alat pembesar yang kemudian dikenal dengan mikroskop. Mikroskop semakin berkembang setelah pada 1609 Galileo Galilei, ilmuwan asal Italia, membuat alat pembesar yang menggunakan lensa optik. Alat itu kemudian disebut sebagai Mikroskop Optik (Optical Microscope).
Peneliti teknologi material dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr. Ratno Nuryadi mengatakan mikroskop yang dirakit lensa optik itu memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar suatu objek. Hal itu disebabkan keterbatasan difraksi cahaya yang ditentukan panjang gelombang cahaya. Panjang gelombang cahaya pada mikroskop optik hanya sampai 200 nanometer (2.10-7 m). Mikroskop ini masih banyak digunakan para peneliti di Indonesia.
Keterbatasan kemampuan mikroskop optik itu menginspirasi ilmuwan asal Jerman Ernst Ruska dan Max Knoll menciptakan mikroskop electron (Electron Microscope) yang memiliki panjang gelombang pendek pada 1932. Mikroskop elektron memunyai kemampuan pembesaran objek (resolusi) yang lebih tinggi dibandingkan mikroskop optik. Perbedaan mikroskop optik dengan mikroskop elektron adalah pada fungsi pembesaran objeknya. Mikroskop optik menggunakan lensa dari jenis gelas, sedangkan mikroskop elektron menggunakan jenis magnet. Sifat medan magnet digunakan untuk mengendalikan elektron yang melaluinya. Karakter khusus lain dari mikroskop optik adalah pengamatan objek harus dalam keadaan kedap udara. Hal tersebut bertujuan agar sinar elektron terhambat oleh molekul-molekul di udara.

B.     Mikroskop pada Nanoteknologi
Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop, yaitu alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. (Teknologi nano : teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter = sepermilyar meter). Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano meter. Perbandingan dan contoh material berukuran nano dan biasa/normal dapat dilihat pada Gambar 1.
Kata mikroskop (microscope) berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata micron=kecil dan scopos=tujuan, yang maksudnya adalah alat yang digunakan untuk melihat obyek yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Dalam sejarah, yang dikenal sebagai pembuat mikroskop pertama kali adalah 2 ilmuwan Jerman, yaitu Hans Janssen dan Zacharias Janssen (ayah-anak) pada tahun 1590. Temuan mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609, dan mikroskop yang dibuatnya dikenal dengan nama mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optik memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.
Scale_of_Things_26MAY06_s.gif
Gambar 1. Perbandingan antara material nano dengan material berukuran normal
Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir mikroskop elektron. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik.
Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penginderaan mikroskopis suatu material diantaranya adalah :

1.      Transmission Electron Microscopy (TEM)
Sejarah Pengembangan:
TEM dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doctor dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986. Mikroskop yang pertama kali diciptakannya adalah dengan menggunakan dua lensa medan magnet, namun tiga tahun kemudian ia menyempurnakan karyanya tersebut dengan menambahkan lensa ketiga dan mendemonstrasikan kinerjanya yang menghasilkan resolusi hingga 100 nanometer (nm) (dua kali lebih baik dari mikroskop cahaya pada masa itu).
Gambar 2. Alat Transmission Electron Microscopy (TEM)
Cara Kerja:
Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini.
Dalam pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati penampang/irisan divais, berikut sifat Kristal yang ada pada divais tersebut. Dalam kondisi lain, TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah divais. Salah satu partikel hasil pengamatan dengan TEM dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
(a)                                                                                                             (b)
Gambar 3. (a) TEM Image of Al2O3 Manoparticles (1.5 µm x 1.5 µm area), (b) TEM Image of Al2O3 Manoparticles (44 nm x 44 nm area)

Preparasi Sediaan

Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, diperlukan persiapan sediaan dengan tahap sebagai berikut :
1. melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur sel yang akan diamati. fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa glutaraldehida atau osmium tetroksida.
 2. pembuatan sayatan, yang bertujuan untuk memotong sayatan hingga setipis mungkin agar mudah diamati di bawah mikroskop. Preparat dilapisi dengan monomer resin melalui proses pemanasan, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya mata pisau mikrotom terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari atom karbon yang padat. Oleh karena itu, sayatan yang terbentuk lebih rapi. Sayatan yang telah terbentuk diletakkan di atas cincin berpetak untuk diamati.
3. pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan dapat menggunakan logam berat seperti uranium dan timbal.

Mikroskop transmisi eletron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi elektron ini. Adanya persyaratan bahwa "obyek pengamatan harus setipis mungkin" ini kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan, terutama yang memiliki obyek yang tidak dapat dengan serta merta dipertipis. Karena itu pengembangan metode baru mikroskop elektron terus dilakukan.

2.      Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM)
Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM) merupakan salah satu tipe yang merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron (TEM). Pada sistem STEM ini, elektron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan men-scan obyek menggunakan pola penye-can dimana obyek tersebut di-scan dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang menghasilkan lajur-lajur titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan oleh CRT pada televisi / monitor.

3.      Scanning Electron Microscopy (SEM)
Sejarah Pengembangan:
Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu Scanning Electron Microscope (SEM) ini. Publikasi pertama kali yang mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh fisikawan Jerman dR. Max Knoll pada 1935, meskipun fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satu pun dari keduanya mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu. Pada 1942 tiga orang ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin, Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, benar-benar membangun sebuah mikroskop elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi 8.000 kali. Sebagai perbandingan SEM modern sekarang ini mempunyai resolusi hingga 1 nm atau pembesaran 400.000 kali. Mikroskop elektron cara ini memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek.
Cara Kerja:
SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi. Intrument SEM ditampakkan dalam gambar berikut.
Gambar 4. Alat Scanning Electron Microscopy (SEM)
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru  (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat.
Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron bernergi tinggi seperti diilustrasikan pada Gambar 5.

 

Gambar 5. Penembakan Permukaan Benda dengan Berkas Elektron

Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah di mana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan ke mana arah kemiringan.
Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerah pengamatan. Lokasi pengamatan dapat dibatasi dengan melakukan zoon-in atau zoom-out. Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil permukan benda dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar dalam komputer.
SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Panjang gelombang de Broglie elektron adalah ph/=λ, dengan h konstanta Planck dan p adalah elektron. Momentum elektron dapat ditentukan dari energi kinetik melalui hubungan K=p2/ 2m, dengan K energi kinetik elektron dan m ya.
Dalam SEM momentum lalu dipercepat pada potensial tinggi V. Akibat percepatan tersebut, akhirnya elekton memiliki energi kinetik K=eV. Dengan demikian kita dapat menulis momenton sebagai um elektron p=, dan panjang gelombang de Brogile λ = h/. Umumnya tegangan yang digunakan adalah puluhan kilovolt. Sebagai ilutrasi, misalkan SEM dioperasikan pada tegangan 20 kV maka panjang gelombang de Broglie elektron sekitar 9 × 10-12 m.
Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam  adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak dengan jelas
stub photoPada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi. Proses penyiapan sampel SEM dapat ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.
stub diagstub adhesive photo
Gambar 6. Penyiapan Sampel pada SEM
Sampel untuk SEM perlu adanya pelapisan terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan untuk sampel yang memiliki sifat bukan logam. Agar profil permukaan bukan logam dapat terlihat jelas dengan SEM maka permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam seperti diilustrasikan pada Gambar 7.  Film tipis logam dibuat pada permukaan material tersebut sehingga dapat memantulkan berkas elektron.
Gambar 7. Pelapisan Pada Sampel SEM

Spesimen  yang  tidak  teriradiasi  dan  non  konduktif  agar  kontak  dengan    ground,    maka spesimen tersebut cukup dilekatkan pada dudukan spesimen  dengan salah satu pasta (perak, emas, dan  lainnya)  yang  mudah  kering  dan  konduktif  ataupun    dengan  selotif  konduktif.    Untuk  spesimen teriradiasi  maka  proses  penggunaan  pasta  maupun  selotif  ini  sangat  sulit  dilakukan  dengan manipulator  dan  hasilnya  mungkin  tidak  sebaik  apabila  dilakukan  pelapisan  dengan  bahan  yang konduktif seperti emas. Dua metoda yang biasa digunakan untuk pelapisan spesimen SEM yang non konduktif yaitu dengan pelapisan evaporasi dan sputter. Kedua metoda ini hasil akhirnya sama, akan tetapi    melalui  mekanisme  yang  berbeda.  Lapisan  tipis  metalik  (contoh  emas)    dapat  dipersiapkan menggunakan      kedua  teknik  ini.    Logam    (bahan)  yang  biasa  digunakan  sebagai  pelapis  atau sebagai target (katoda)  adalah  emas, karbon, perak dan kolodium.  

Teknik Pembuatan Preparat yang Digunakan Pada Mikroskop Elektron

Materi yang akan dijadikan objek pemantauan dengan menggunakan mikroskop elektron ini harus diproses sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu sampel yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai preparat pada mikroskop elektron. Teknik yang digunakan dalam pembuatan preparat ada berbagai macam tergantung pada spesimen dan penelitian yang dibutuhkan, antara lain :
·       Kriofiksasi, yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan teknik pembekuan spesimen dengan cepat yang menggunakan nitrogen cair ataupun helium cair, dimana air yang ada akan membentuk kristal-kristal yang menyerupai kaca. Suatu bidang ilmu yang disebut mikroskopi cryo-elektron (cryo-electron microscopy) telah dikembangkan berdasarkan tehnik ini. Dengan pengembangan dari Mikroskopi cryo-elektron dari potongan menyerupai kaca (vitreous) atau disebut cryo-electron microscopy of vitreous sections (CEMOVIS), maka sekarang telah dimungkinkan untuk melakukan penelitian secara virtual terhadap specimen biologi dalam keadaan aslinya.
·       Fiksasi , yaitu suatu metode persiapan untuk menyiapkan suatu sampel agar tampak realistik (seperti kenyataannya ) dengan menggunakan glutaraldehid dan osmium tetroksida.
·       Dehidrasi, yaitu suatu metode persiapan dengan cara menggantikan air dengan bahan pelarut organik seperti misalnya ethanol atau aceton.
·       Penanaman (Embedding), yaitu suatu metode persiapan dengan cara menginfiltrasi jaringan dengan resin seperti misalnya araldit atau epoksi untuk pemisahan bagian.
·       Pembelahan (Sectioning), yaitu suatu metode persiapan untuk mendapatkan potongan tipis dari spesimen sehingga menjadikannya semi transparan terhadap elektron. Pemotongan ini bisa dilakukan dengan ultramicrotome dengan menggunakan pisau berlian untuk menghasilkan potongan yang tipis sekali. Pisau kaca juga biasa digunakan oleh karena harganya lebih murah.
·       Pewarnaan (Staining), yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan metal berat seperti timah, uranium, atau tungsten untuk menguraikan elektron gambar sehingga menghasilkan kontras antara struktur yang berlainan di mana khususnya materi biologikal banyak yang warnanya nyaris transparan terhadap elektron (objek fase lemah).
·       Pembekuan fraktur (Freeze-fracture), yaitu suatu metode persiapan yang biasanya digunakan untuk menguji membran lipid. Jaringan atau sel segar didinginkan dengan cepat (cryofixed) kemudian dipatah-patahkan atau dengan menggunakan microtome sewaktu masih berada dalam keadaan suhu nitrogen ( hingga mencapai -100% Celsius).
Patahan beku tersebut lalu diuapi dengan uap platinum atau emas dengan sudut 45 derajat pada sebuah alat evaporator tekanan tinggi.
·         Ion Beam Milling, yaitu suatu metode mempersiapkan sebuah sampel hingga menjadi transparan terhadap elektron dengan menggunakan cara pembakaran ion (biasanya digunakan argon) pada permukaan dari suatu sudut hingga memercikkan material dari permukaannya. Kategori yang lebih rendah dari metode Ion Beam Milling ini adalah metode berikutnya adalah metode Focused ion beam milling, dimana galium ion digunakan untuk menghasilkan selaput elektron transparan pada suatu bagian spesifik pada sampel.
·         Pelapisan konduktif (Conductive Coating) - yaitu suatu metode mempersiapkan lapisan ultra tipis dari suatu material electrically-conducting . Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya akumulasi dari medan elektrik statis pada spesimen sehubungan dengan elektron irradiasi sewaktu proses penggambaran sampel. Beberapa bahan pelapis termasuk emas, palladium (emas putih), platinum, tungsten, graphite dan lain-lain, secara khusus sangatlah penting bagi penelitian spesimen dengan SEM.
Terdapat beberapa teknik lain pelapisan sampel agar dapat dilihat melalui SEM, diantaranya adalah sebagai berikut.
a.      Pelapis Dengan Sputter dan Evaporator
Teknik  pelapisan  sputter  adalah  paling  popular  dalam  preparasi  spesimen  non  konduktif  untuk  pengamatan  dan  analisis dengan  SEM. Karena  didapatkan  lapisan  yang  lebih  halus  dan  merata  bila dibandingkan dengan  pelapisan  evaporasi.  Kondisi  vakum  proses  pelapisan  dengan sputter relatif rendah (~10-2 mbar). Dengan kondisi vakum tersebut masih diperoleh  gas residu yang dapat  menghantarkan  atom-atom  target  bebas  bergerak ke semua arah  yang  mengakibatkan permukaan  target  yang  kasar  juga  dapat  terlapisi  dengan  merata. 
sput coat diag
Gambar 8. Peralatan dalam Sputtering
Kondisi  vakum  proses  pelapisan dengan evaporasi termal relatif lebih vakum (~10-3 mbar). Fenomena pelapisannya merupakan garis lurus sehingga permukaan spesimen yang kurang rata  dan relatif kurang tahan terhadap temperatur tinggi. Spesimen  tidak dapat dilapis dengan baik, karena lapisan akan tidak homogen  dan berubah bentuk  karena panas. Dengan perbandingan tersebut diatas maka sputter coating dipilih digunakan untuk proses pelapisan spesimen non konduktif agar konduktif. 
  Penggunaan  sputter  coating  membutuhkan  sistem  vakum  (~10-2  mbar)  serta  sistem  suplai  gas Argon. Penempatan kedua sistem ini di dalam hotcell (112) cukup sulit diterapkan karena dapat mengganggu  sistem  ventilasi  yang  sudah  ada.  Disarankan  untuk  menempatkan  sputter  coating tersebut  di  dalam  Shielded  Glove  Box  (SGB)  bersama  dengan  SEM  yang  akan  dilengkapi  juga dengan  manipulator.  Ruang  pelapisan  ditempatkan  di  dalam  SGB  dan  kendali  arus  listrik,  vakum serta waktu berada di luar.
b.      Pelapisan Dengan Karbon
Pelapisan bahan konduktif metalik seperti emas, perak dan lainnya dapat mengganggu hasil analisis  dengan  EDS  (Energy  Dispersive  X-ray  Spectroscopy),  maka  pelapisan  untuk  analisis dengan  EDS  menggunakan  pelapisan  dengan  karbon.  Disarankan  untuk  menggunakan  dua  ruang  pelapisan,  satu  untuk  pelapisan  dengan  karbon  dan  satu  lagi  untuk  pelapisan  dengan  emas  atau bahan konduktif lainnya. 
c.       Modifikasi Sputter Coating
Bila  digunakan  sputter  coating  yang  sejenis  dengan  yang  sudah  ada  (diluar  hotcell),  maka perlu  dilakukan  beberapa  modifikasi  agar  dapat  dioperasikan  di  dalam  SGB  dengan  manipulator, sebelum  dipasangkan  ke  pemegang  spesimen  SEM  (specimen  holder).  Papan  kontrol  dan monitornya  ditempatkan  diluar . Untuk  itu  perlu  dilakukan  penambahan  panjang kabel-kabel  kontrol  dan  monitornya.  Modifikasi  pada  bagian  tutup  ruang  pelapisan  perlu  dilakukan agar  mekanisme  buka-tutup  dapat  dilakukan  dengan  manipulator.  Pemasangan  untuk  penggantian target untuk karbon maupun bahan metalik, seperti emas, sedapat mungkin dapat dilakukan dengan manipulator.  Bila  hal  ini  sulit  maka  perlu  dipertimbangkan  untuk  melakukannya  secara  manual dengan memperhatikan aspek keselamatan karena kemungkinan sudah terkontaminasi. Ditinjau dari jalannya berkas media , SEM dapat dianalogikan dengan mikroskop optik metalurgi, sedangkan TEM analog dengan mikroskop optik biologi. SEM dan mikroskop optik metalurgi menggunakan prinsip refleksi, dalam arti permukaan spesimen memantulkan berkas media. TEM dan mikroskop optik biologi/kedokteran memakai prinsip transmisi, artinya berkas media menembus spesimen yang tipis.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron “menyapu” permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca.
Sinyal elektron sekunder yang dihasilkannyapun adalah dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh SE detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Scanning coil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas elektron pada tabung layar TV, sehingga didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar TV. Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang intensitasnya tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Dengan cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia : warna terang menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya.

Bagian-Bagian SEM:
SEM tersusun dari beberapa bagian yang dapat dibuat suatu skema seperti berikut :
 











Gambar 9. Penyusun Scanning Electron Microscopy (SEM)

 
 


a.      Penembak Elektron (Elektron Gun)
Ada dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu :
1.      Termal
Pada emisi jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan ialah dalam bentuk energi panas. Oleh elektron energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang diterima oleh bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energy kinetik yang terjadi pada elektron, dengan semakin besarnya kenaikan energi kinetik dari elektron maka gerakan elektron menjadi semakin cepat dan semakin tidak menentu. Pada situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya terlepas keluar melalui permukaan bahan. Pada proses emisi thermionic dan juga pada proses emisi lainnya, bahan yang digunakan sebagai asal ataupun sumber elektron disebut sebagai "emiter" atau lebih sering disebut "katoda" (cathode), sedangkan bahan yang menerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai "plate". Dalam proses emisi thermionic dikenal dua macam jenis katoda yaitu:
a)      Katoda panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC)
b)      Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC)
pada katoda jenis ini katoda selain sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus heater (pemanas).
Material yang digunakan untuk membuat katoda diantaranya adalah :
·         Tungsten Filamen
Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk membuat katode. Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitu memiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 derajat Celcius), sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000V dan temperature tinggi. Akan tetapi untuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana tegangan kerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material yang ideal, hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi( 4,52 eV) dan juga temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 derajat celcius)
·         Field emission
Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialah adanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yang digunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besar sehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkan elektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda. Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tube selain emisi thermionic. Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah :
v  Cold Field Emission
v  Schottky Field Emission Gun


Kedua jenis itu diperlihatkan dalam Gamba r9 berikut :
(a)                                                                                                             (b)
Gambar 10. Thermal Emission (a) dan Field Emission (b)

b.      Lensa Magnet
Gambar 11. Penampang Lensa Magnet
c.       Secondary Electron Detector
Dalam lensa SE detektor, terdapat bagian-bagian seperti yang ditunjukkan gambar berikut.
Gambar 12. Bagian-Bagian Lensa SE Detektor
d.      Backscattered Electron Detector
Gambar 13. Backscattered Electron Detector
Perbedaan kenampakan dari penggunaan elektron detektor tersebut dapat dilihat
dari perbandingan gambar berikut :
Jenis-jenis detektor tersebut berfungsi sebagai penangkap tiap jenis hamburan elektron. Gambaran detektor-detektor tersebut pada alat yang sebenarnya adalah sebagai berikut.








Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan "scanning probe microscopy (SPM)". SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi nano. Di bawah ini disajikan hasil pengamatan SEM dengan berbagai batas dan kemungkinan pembesarannya.

Gambar 14. Sampel tembaga

Gambar 15. Emas dalam sampel karbon

Scanning Electron Microscopy (SEM) menurut dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.      Conventional SEM
2.      Low Vacum SEM
3.      Environmental Scanning Microscopy (ESEM)

Gambar 16. Skema ESEM

Gambar 17. ESEM : gambar air garam diatomik
SEM berdasarkan penggunaannya dalam analisis material, dapat dibedakan sebagai
berikut :
·         Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX dan EDS)
v  Analisis Kombinasi EDX dan WDS
v  SEM kolom
v  Jenis Tungsten Filamen, sangat baik untuk Mikroanalisis

Contoh hasil analisis menggunakan EDX
§  Wavelength Dispersive X-Ray Spectroscopy (WDS)
§  Electron Backscattered Diffraction (EBSD dan EBSP)
§  Cathodoluminesence (CL)
§  Backscattered Electron Detector (BSD), dll.
EDX dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur material dalam skala mikro

Perbandingan Hasil Pengamatan SEM dengan Mikroskop Optik
*   Hasil Pengamatan SEM Mikroskop Optik dan SEM
(a)                                                                            (b)

Gambar (a) merupakan hasil pengamatan mikroskop optik, dimana resolusi/daya pisah lebih rendah dibandingkan hasil pengamatan SEM (b)